Surah : al-Fatihah ayat : 2
Terjemahannya : Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.
Mukaddimah :
Pada ayat sebelumnya, yakni ” basmalah ” telah dijelaskan bahwa ia merupakan awal terbukanya gerbang menuju ” al_qur’anul Karim” sehingga prasarat agar perjalanan selanjutnya memedomani al_qur’an ini sebagai petunjuk, penjelasan petunjuk dan pembeda antara yang haq dan yang bathil, adalah memagari hati dengan keimanan yang kokoh, dan badan jasad dengan syari’at Islam yang istiqomah, agar berbuah perilaku sholeh dalam konteks ihsan / tasawwuf, yakni dengan bertawakkal hanya kepada Allah dalam urusan hati, jasad dan perilaku.
Hal ini sangat penting dan fundamental, sebab jika prasarat ini tidak dipenuhi, maka pengembaraan ke dalam al-Qur’an akan hanya menemukan ” ketersesatan’ karena telah tercampur dengan nafsu manusiawi yang jahat dan kotor.
Kalau al_fatihah merupakan pusat/metropole/dan induk al-Qur’anul Karim, maka hikmah yang dapat dipetik adalah : kita harus melandasi langkah hidup kita dengan ” tawakkal ” kepada Allah semata, sebagaimana intisari doa ketika hendak berpergian..........
Bahasan :
(2) Al-Hamdu artinya puji syukur dari segala puja dan puji..... dan puji sukur ini menurut ulama lebih umum dari terima kasih ( asy-syukru ), karena orang berterima kasih hanya saat menerima pemberiaan yang jumlah dan nilainya tidak begitu besar, namun memuji ( al_hamdu ) merupakan penyifatan sebagai akibat dari watak dan sifat yang ” suka memberi” tanpa pamrih dan tanpa pilih kasih, sehingga peujian tersebut hanya layak dihaturkan kepada Allah, karena tidak satu makhlukpun yang memiliki sifat demikian. Betapa kita saat memberi masih memiliki keinginan atau tendensi-tendensi tertentu, meski tidak terucap, namun dalam relung hati senantiasa ada harapan tersebut,
Dan dalam mewujudakan ” pujian ” hanya untuk Allah itu dapat dilakukan dalam setiap nafas kita, karena memang nikmat Allah tidak pernah terputus dari nafas kita, bahkan ” nafas ” yang kita keluarkan dan masukkan setiap saat adalah pemberian Allah secara Cuma-Cuma, maka sudah selayaknya apabila ” puji syukur ” itu kita haturkan kepada Allah.
Kalau dalam ” basmalah ” hikmah yang diambil adalah ” tawakkal ”, maka di dalam muatan ” hamdalah ” ini adalah ” rasa sukur”, sehingga kalau hidup ini selalu dilandasi tawakkal, lalu syukur, maka akan terasa nikmat dan memebrikan dampak positif bagi kehidupan kita, khususnya terkait pengabdian dan penghambaan kepada Allah.
Dan alasan yang sangat mendasar tentang kenapa manusia harus hanya memuji Allah, karena Allah adalah Robbul ’alamiin Tuhan yang memiliki dan memelihara seluruh alam yang akan dan sudah dilalui oleh manusia.
Kata ” Rabb ” adalah menganduk makna ganda : memiliki ( menguasai ) dan memelihara ( kelangsungan dan kemanfaatannya ), seperti ungkapan ” robbul-bait ” para mufassir memaknainya sebagai ” pemilik rumah yang mutlak kepemilikannya, dan pemelihara rumah itu agar tetap utuh, indah dan bermanfaat, selain juga agar tidak rusak, roboh dan tidak bermanfaat.
Sehingga Rabbul ’aalamiin adalah Dzat yang memiliki secara mutlak seluruh alam, mulai alam ruh, alam rahim, alam dunia, alam kubur ( barzah ) alam akhirat yang terdiri dari : hisab, mizan dan shiroth ( Perhitungan, timbangan dan menyeberang jembatan shirath ).
( 3 ) ayat ini berbunyi : ” Ar-rahmaan Ar-rahiim ” yang artinya sebagaimana telah dibahas pada edisi yang lalu ( perdana ).
Namun dari semua penjelasan itu dapat disimpulkan, bahwa dengan kedua sifat tersebut, yang diambil hikmahnya adalah bahwa segala karunia dan perhatian ( kasih sayang ) Allah hendaknya menjadi fokus perhatian utama dalam menjalani misi kehidupan, agar tidak mudah tergoda dan berpaling dari-Nya, sebab bila hidup ini yang dihadirkan hanyalah sisi ke-tidak nyaman-an atau bukan karunia, serta merasa menghadapi sendiri segala permasalahan atau merasa tidak disayang Allah, maka akan timbul godaan untuk berpaling kepada yang lain, padahal perbuatan semacam ini adalah ” syirik ” ( na’udzubillah ).
( 4 ) Berbunyi ” Maaliki Yaumid-diin ” artinya ” Pemilik/penguasa hari akhir/ kiamat ”
Ayat ini ditafsirkan dengan ” kepemilikan secara mutlak” akan ” akhir dari segala kehidupan dunia fana ini, dan menjadi gerbang untuk menuju alam berikutnya. Sehingga dengan kalimat ” pemilik/penguasa” bermakna: Allah-lah yang memiliki gerbang menuju ke alam akhirat, dan Dia pula yang menguasai segala akses menuju kesana. Dan sebagaimana kita ketahui, bahwa tidak seorang manusia atau makhlukpun yang dibiarkan hidup abadi selamanya di dunia yang bersifat fana ( sementara ) ini. Dan itu artinya bahwa ketika alam dunia ini telah digulung dan dinyatakan berakhir, dengan seruan sangkakala yang ditiup oleh Malaikat Isrofil, para makhluk termasuk manusia ” mau atau tidak mau, suka atau tidak suka ” dan secara dipaksa untuk meneruskan perjalanannya menuju alam akhirat. Dan tidak satupun yang bisa melawan kodrat ini, meskipun seluruh makhluk bersatu untuk merubahnya, namun hal itu tidak akan berhasil, sebab keputusan akhir dari kehidupan dunia ini merupakan hak prerogatif Allah yang tidak dapat diinterfensi dai campuri dan direkayasa.
Dalam hal tanda-tanda akan berakhirnya kehidupan bumi, atau kiamat hanyalah disebutkan sebagiannya saja, oleh Rasulullah saw.
Maka hikmah yang dapat dipetik dari ayat ini adalah :
1. Kehidupan dunia ini pasti akan berakhir, maka orang yang cerdas yakni orang yang beriman tidak akan kepincut dengan gemerlapannya dunia, dia hanya memanfaatkan dunia hanya sebatas untuk memenuhi kebutuhan selama hidup yang tidak terlalu lama ( 60 – 100 tahun atau lebih sedikit ). Dan justru orang mukmin hanya terfokus untuk menyiapkan perbekalan kehidupan di akherat yang maha abadi dan selamanya. Yakni dengan memurnikan serta mengokohkan aqidah dan keimanan yang ada di hati sanubari, serta secara istiqomah dan tumakninah menjalankan syariat Islam secara murni dan konsekwen, serta senantiasa menggali dan melakoni hikmah dari perjalan spiritual hati dan raganya itu dalam bentuk ” perilaku sholeh ” yakni sikap dan sifat yang senantiasa dirindukan oleh para makhluk Allah dan memiliki akses amal baik yang dicatat oleh Roqib.
2. Dengan memahami bahwa tidak ada gerbang lain untuk menuju akherat, dan tidak ada penguasa dan pemilik gerbang itu kecuali Allah swt, maka hikmahnya adalah, sejak di dunia telah mulai membangun akses yang kokoh dengan Allah, yakni menjalankan segala perintah dan menjauhi segala apa yang dilarang, sehingga ia dapat dengan mulus melewati gerbang itu karena sudah memiliki kedekatan dengan Maha Pengusa-nya. Dan tentu kunci-kunci untuk membuka gerbang akherat itu tidak terdapat di dalam hal-hal yang dimurkai Allah, tapi tentunya berada di dalam hal-hal yang disukai-Nya, atau dalam istilah lain adalah mencari kunci gerbang akherat di sumber-sumber hidayah, dan sumber hidayah itu terdapat di dalam : Bait Allah ( masjid ), Al-Qur’anul Karim, Halaqoh, Majelis Taklim, orang-orang mukmin dan segala apa saja dan di mana saja yang dipakai untuk ” dzikir ” kepada Allah.
3. Dengan meyakini bahwa Allah adalah ” Maaliki Yaumiddin ” dan menyadari betapa terbatasnya waktu dan umur, maka hikmahnya adalah hendaknya setiap orang mukmin memanfaatkan waktu semaksimal mungkin untuk dapat mencari kunci gerbang akherat sebaik-baiknya, dan dapat mengumpulkan bekal hidup di akherat sebanyak-banyaknya.... dan inilah orientasi ketiga, yakni setelah (1) Tawakkal, (2) Syukur, maka ke (3) nya adalah sabar, yakni sabar dalam menjalankan perintah, dalam menjauhi larangan dan sabar dalam ketaan kepada Allah.
Walloohu a’lamu bish-showaab